Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
|
Foto Koleksi Koloniale Oorlog: 1945-1949
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
|
Sumber
|
Quote:
Quote:
Quote:
Quote:
|
Foto Koleksi Koloniale Oorlog: 1945-1949
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
Spoiler for foto:
|
Sumber
|
The Outlaw
KISAH “THE BLACK SPEED-BOAT”
By: Adi P.S.
Setelah menerima peralihan kendali keamanan di Indonesia dari Inggris (atas nama Sekutu) di tahun 1946, Pemerintah Sipil Hindia-Belanda atau NICA (Netherland Indie Civil Administration) segera mengambil langkah-langkah untuk memperkuat pemulihan kembali Kolonial Hindia-Belanda dan melenyapkan Republik Indonesia. Situasi penuh patriotisme dan anti Belanda memang kental mewarnai sebagian wilayah Indonesia, terutama di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, setelah berkumandang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Bermodal senjata-senjata eks-Jepang, para pejuang kemerdekaan secara heroik menyerang, menyergap dan bertahan menghadapi kekuatan bersenjata Belanda. Perlawanan tersebut, mendorong Belanda untuk menerapkan blokade udara dan laut secara total di seluruh wilayah yang bergolak. Tujuannya, tentu saja, untuk melemahkan kekuatan bersenjata pejuang Indonesia sekaligus memutus hubungan diplomatis dengan luar-negeri.
Menghadapi tekanan yang demikian, pihak pejuang Indonesia kemudian menempuh berbagai cara untuk dapat menembus blokade Belanda. Upaya tersebut ditempuh, karena mengingat kondisi persenjataan eks-Jepang yang kian menyusut akibat banyak yang hilang, dirampas Belanda atau rusak, yang diperparah kian menipisnya amunisi dan suku-cadang yang sesuai dengan senjata eks-Jepang. Sementara itu, mendapatkan senjata dari pihak Belanda, baik melalui pencurian maupun merampas dari personil Belanda yang tersergap, jelas tidak maksimal. Padahal persenjataan merupakan modal utama untuk mempertahankan kemerdekaan negeri yang masih berusia “balita” ini. Oleh sebab itu, alternatif mendapatkan senjata dari luar-negeri merupakan solusi yang paling tepat. Pertimbangannya, pasca Perang Dunia Kedua lazim diketahui banyaknya senjata yang berserakan tanpa tuan, terutama di daerah-daerah yang menjadi lokasi pertempuran atau pertahanan pihak Jepang. Banyak senjata-senjata “tak bertuan” tersebut yang beredar di pasar gelap atau masih tersimpan rapi di bunker-bunker dan gudang senjata. Sekutu, si pemenang perang, tidak memiliki cukup sumber daya untuk menangani masalah senjata-senjata peninggalan perang tersebut.
Salah satu elemen pejuang kemerdekaan Indonesia yang berupaya menembus blokade Belanda demi mendapatkan suplai senjata dari luar-negeri, adalah unit-unit kapal cepat Angkatan Laoet Repoeblik Indonesia (ALRI). Sementara itu untuk memperlancar pengurusan adminstratif kebutuhan Indonesia sekaligus sebagai mediator transaksi pembelian persenjataan dan perlengkapan militer, maka di beberapa negara sahabat dibentuk Perwakilan Loear-Negeri RI dan Perwakilan Kementrian Pertahanan RI Oeroesan Loear-Negeri (KPOLN). Salah seorang pejuang ALRI yang berjasa dalam berbagai kegiatan operasi penembusan blokade laut dan suplay senjata dari luar-negeri ke Indonesia, adalah Mayor John Lie, yang memimpin kapal cepat (speed-boat) bernama “The Outlaw”.
Mission Impossible “The Outlaw”
John Lie, pelaut keturunan Tionghoa kelahiran Manado 9 Maret 1911, sebelum bergabung dengan ALRI adalah mantan awak kapal niaga KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij/ Maskapai Pelayaran Niaga Kolonial Hindia-Belanda) bernama “MV Tosari”. Ketika pecah Perang Dunia Kedua, kapal yang penuh muatan karet dan sarat pengungsi tersebut dilarikan ke Pangkalan Sekutu di Khoramshar, Iran, atas perintah Sekutu. Selama di Iran, John Lie mendapat pelatihan dasar kemiliteran, manuver perang laut, identifikasi jenis kapal perang dan penanganan bahaya ranjau laut. Selama bertugas untuk kepentingan Sekutu, John Lie dan rekan-rekan Indonesianya mendengar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dari siaran All Indian Radio, radio pro nasionalis India milik Jawaharlal Nehru. Ketika perang usai, John Lie beserta pelaut-pelaut asal Indonesia dipulangkan ke tanah-airnya.
Setibanya di Indonesia, John Lie memutuskan meninggalkan karirnya di KPM dan bergabung dengan ALRI. Sukses terbesar John Lie yang sekaligus mengangkat pamornya, adalah keberhasilannya membersihkan ranjau laut di perairan sekitar Pelabuhan Cilacap. Atas keberhasilannya itu, John Lie mendapat pangkat Mayor ALRI. Tugas berat selanjutnya yang harus diemban oleh John Lie, adalah memandu kapal dagang Singapura “Empire Tenby” keluar dari Pelabuhan Cilacap, menuju negerinya. Walau sempat dibayangi pesawat patroli ALBelanda, namun tidak terjadi insiden apapun. Kesulitan lain saat memandu kapal “Empire Tenby”, adalah sempat kandas di perairan sekitar Pulau Nusakambangan. Setelah melalui kesulitan-kesulitan tersebut, akhirnya kapal tiba di Singapura dengan selamat pada Agustus 1947. John Lie selanjutnya menyerahkan muatan kapal, yaitu 800 ton gula, kepada Dr. Saroso dan Mr. Oetojo Ramelan dari Perwakilan RI Di Loear-Negeri. John Lie sementara waktu menetap di “negeri singa” tersebut dan diperbantukan di KPOLN, karena situasi Indonesia kian rawan. Terlebih lagi saat itu, Belanda baru saja melancarkan agresi militernya yang pertama tanggal 21 Juli 1947. Hasil penjualan gula tersebut kemudian dimanfaatkan oleh Perwakilan Indonesia di Singapura untuk membeli 7 kapal motor cepat (speed-boat) yang akan di-scrap oleh Naval Disposal Board AL Inggris di Singapura, untuk dimanfaatkan sebagai kapal penerobos blokade dan penyuplai senjata bagi kepentingan perjuangan melalui Sumatera Utara dan Aceh.
John Lie mendapat kehormatan dengan dipercaya sebagai nahkoda salah satu kapal cepat yang semula bernama ML 833, lalu berganti menjadi PPB 31 LB. Oleh John Lie kapal penerobos blokade itu dinamakan “The Outlaw”. Setelah menerima tugas berat tersebut, John Lie kemudian memilih sendiri para calon awaknya, yaitu Salim (mualim), Thaib Ardy (serang), Roezi Damaz (jurumudi), Soemaredja (jurumudi), lalu sebagai kelasi Sjahroel Etek (merangkap clerk), Didi Soenardi, Noer M, Agoes Rakab (merangkap room-boy), Hamid Trijono (KKM), Hoesein (masinis I), A. Manan (masinis II), sebagai oiler Sirad dan Soepardjo, Amat (coole), Hoemala Pohan, Sitompoel, Darmawan, Sjafii, Gazali Ibrahim, Gaabin dan Djatma. Setelah siap segala sesuatunya, mulailah “The Outlaw” melaksanakan misi penembusan blokade yang oleh awaknya di sebut “Mission Impossible”. Sebagai seorang Kristen Protestan yang religius, sebelum memulai operasinya John Lie senantiasa berdoa dan saat bertugas pun tak lupa membawa Kitab Injil di tangannya.
Menantang Bahaya Demi Tanah-Air Indonesia
Tugas pertama yang diemban oleh John Lie, adalah mengirim sejumlah besar senjata dan perlengkapan militer dari Malaysia ke Labuhan Bilik. “The Outlaw” bertolak dari Pulau Pisang, Johor, Malaysia pada bulan September 1947 dengan berbendera Inggris serta membawa beberapa pucuk senjata semi-otomatis dan 1000 pon peluru. Karena sempat dikejar sebuah kapal patroli AL Belanda, kapal berputar arah menuju Pulau Kukup, Selat Johor, lalu berlayar menyusuri Pantai Melayu hingga Een Vadem Bank yang berdekatan di bagian utara Port Swettenham. Di Een Vadem Bank, kapal mengganti bendera menjadi bendera Kuomintang (sekarang Taiwan, red), lalu berlayar melintasi Selat Malaka menuju Delta Labuhan Bilik, Sumatera Timur.
Jam 9 pagi, secara tiba-tiba muncul pesawat patroli maritim AL Belanda yang sengaja terbang dari pangkalannya di Polonia, Medan, untuk melacak posisi kapal yang sempat menjadi buronan kapal patroli mereka. Melihat hal tersebut, John Lie memerintahkan kapal berhenti dan memberitahu via sign-morse ke pesawat Belanda, bahwa kapalnya kandas. Pada jarak sekitar 50 meter, tampak jelas oleh John Lie bahwa pilot pesawat serta 2 orang gunners-nya (seorang Belanda dan seorang asal Maluku) telah mengarahkan Oerlikon-nya ke arah “The Outlaw”. Seluruh awak sudah pasrah jika, karena posisi mereka sudah jelas tidak akan mampu menghindar lagi. Namun, keajaiban muncul, secara tiba-tiba pesawat Belanda berputar arah kembali ke pangkalannya, tanpa melepaskan tembakan satupun. John Lie memandang hal tersebut sebagai “keajaiban Tuhan” yang telah menjadikan kapal tampak “berwibawa” dan bahan bakar pesawat yang diperkirakan telah menipis. Sedangkan bagi para awak “The Outlaw”, itu adalah kemenangan bagi sebuah misi tidak mungkin alias mission impossible.
“The Outlaw” akhirnya tiba dengan selamat di Labuhan Bilik jam 10.00 dan langsung John Lie menyerahkan kapal berikut muatannya (senjata dan amunisi) kepada Bupati Oesman Effendi dan Komandan Batalyon Abu Samah. Setelah itu, “The Outlaw” terdaftar di Djawatan Pelajaran Labuhan Bilik dengan nomor PPB 31 LB. Misi selanjutnya bagi “The Outlaw” atau PPB 31 LB yang dikomandani Mayor ALRI John Lie, adalah kembali ke Port Swettenham dengan membawa muatan hasil bumi (karet). Di Port Swettenham, Malaysia, John Lie membangun Hulp Naval Base of Repoeblic Indonesia secara gelap. Tugas dari badan ilegal bentukan John Lie ini, antara lain menyuplai logistik dan bahan bakar, serta senjata dan keperluan lain yang dibutuhkan Revolusi Perjuangan Indonesia. Menjelang akhir Desember 1947, John Lie mendapat “tugas yang menakjubkan” dari Kepala Perwakilan RI di Singapura Mr. Oetojo Ramelan, yaitu membawa Letkol Soedjono dan isterinya (tengah hamil) serta Kapten Udara Iskandar beserta rombongan 30 Kadet AURI. Rombongan harus dibawa kembali dari Kuala Lumpur ke Labuhan Bilik. Tugas berhasil dilaksanakan dengan mulus oleh John Lie dan rombongan tiba di Labuhan Bilik tanggal 1 Januari 1948.
The Black Speed-Boat: Dutch’s Hard Target
John Lie dalam setiap operasi penerobosan blokade lautnya selalu dilaksanakan pada malam hari, oleh karena itulah oleh BBC London kapalnya dijuluki “The Black Speed-boat”. Siaran berita tersebut dipandang sebagai “pelecehan” oleh otoritas keamanan Belanda, sehingga Dinas Intelijennya, NEFIS (Netherland Forces Intelligence Service) menjadikan “The Outlaw” berikut awaknya sebagai hard target (target utama) mereka. Imbasnya, seluruh jajaran AL Belanda di Belawan harus mengenali ciri-ciri “The Black Speed-boat”, jalur-jalur perlintasannya dan melumpuhkan elemen-elemen pendukungnya, serta memperketat patroli laut di sekitar Selat Malaka hingga pesisir pantai Sumatera Timur.
John Lie yang menyadari diri dan kapalnya telah menjadi target utama Belanda, terus mengembangkan tehnik dan taktik penerobosan blokade serta jalur-jalur penyelamatan diri. Pada bulan Januari 1948, “The Outlaw” bertolak dari Labuhan Bilik dengan memuat karet menuju Selat Barambang dengan kecepatan rendah, untuk menghindari perahu-perahu nelayan dan hamparan jaring penangkap ikan. Mendadak muncul di bagian dalam Selat Barambang sebuah kapal motor (motor sloep) dari korvet Belanda, yang tampaknya telah mengintainya dan hendak menghadangnya. Bersamaan dengan kemunculan kapal motor Belanda tersebut, dikeluarkan perintah berupa sinyal morse dan teriakan melalui pengeras suara berbunyi “Stop!!” ke “The Outlaw”. Seketika, John Lie memerintahkan awaknya untuk mengubah kecepatan kapal menjadi full-speed. Sambil keluar-masuk “paal-dorpen” (jaring-jaring penangkap ikan) di Delta Labuhan Bilik, kapal motor Belanda dengan gencar memuntahkan peluru ke “Outlaw”. Namun di malam kelam tersebut, sekali lagi “The Outlaw” berhasil meloloskan diri dan terus berlayar menuju Kepulauan Aruah terus ke Een Vadem Bank. Pada pukul 06.00 “Outlaw” memasuki Port Swettenham tanpa secuil luka atau kerusakan. Sekali lagi kemenangan bagi “The Outlaw” dan mulai munculnya obsesi di benak para petinggi Militer Belanda juga intelijennya, NEFIS.
Lolos Dari Pengadilan Malaysia
Gagal membekuk John Lie dan kapalnya “The Outlaw”, NEFIS kemudian “meminjam” tangan-tangan penegak hukum Inggris di Port Swettenham, Malaysia, untuk melakukan segala cara mencegah “Sang Master Penyelundup” kembali ke laut. Saat berlabuh di Delta Port Swettenham pada Februari 1948, kapal John Lie diinspeksi oleh kapal patroli polisi Distrik Port Swettenham dan diperintahkan oleh komandannya (seorang mayor polisi berkebangsaan Inggris) untuk masuk ke Pelabuhan Swettenham. Di pelabuhan, kapal langsung ditahan dan John Lie diperiksa secara intensif oleh para hamba wet Malaysia dengan bermacam pertanyaan tentang dugaan penyelundupan senjata dan perdagangan ilegal. John Lie bersumpah atas nama Tuhan, membantah semua tuduhan itu dan kemudian bersedia membayar jaminan US $ 3.000 agar ia beserta awaknya tidak ditahan.
Sesaat setelah proses interogasi dan administrasi jaminan di Markas Polisi Port Swettenham, John Lie yang dikawal seorang sersan polisi, dihampiri seorang letnan polisi berkebangsaan Sikh dan disapa dengan ramah. Rupanya letnan polisi tersebut, adalah kenalan John Lie yang biasa bertemu di restoran kereta api saat makan siang. Setelah mengetahui duduk persoalannya, sang letnan polisi berkata kepada sersan polisi yang mengawal John Lie: “All clear, i take over this matter”. Seketika itu juga, letnan polisi tersebut menghubungi rekannya, kapten polisi di markas polisi, untuk membantu John Lie keluar dari masalahnya. Kepada Marine Superintendent, John Lie berjanji akan membantunya memberantas bajak laut dan meminta senjata (1 Bren-gun dan 2 Sten-gun) beserta 200 butir pelurunya. Setelah selesai berurusan dengan pihak kepolisian pelabuhan, John Lie kemudian dihadapkan pada petugas pemeriksa dari Bea Cukai dan CID (Criminal Investigation Department). Kali ini, jawaban John Lie pun sama seperti di markas kepolisian: “Say No!” terhadap semua tuduhan yang diajukan kepadanya. Sebagai tambahan, John Lie menyampaikan bahwa dia tidak melanggar hukum kepabeanan dan peraturan pelabuhan, serta menghormati his majesty rules and regulation custom officers. Ketegasan jawaban John Lie ditambah semua dokumen resminya tercetak “His Majesty Service Bea Cukai”, berhasil menggetarkan nyali para pemeriksa dari Bea Cukai. Saat jeda, John Lie yang diminta menunggu di luar ruangan interogasi, sempat dihampiri seorang petugas CID bernama Jusuf, dan dengan nada menggertak berkata bahwa ia telah tertangkap basah dan pasti masuk penjara. John Lie menjawab dengan penuh kepercayaan diri, bahwa dia belum pernah dikalahkan karena dalam lindungan Tuhan.
Apa yang menjadi keyakinan John Lie di hadapan para hamba wet tersebut, terbukti ampuh. Tak lama kemudian para petugas Bea Cukai dan CID pun menyatakan bahwa John Lie tidak bersalah dan kapalnya bebas berlayar kembali. Dengan demikian, sekali lagi upaya NEFIS untuk menjerat awak “The Black Speed-boat” pupus sudah. Pukul 20.00, “The Outlaw” kembali berlayar untuk melaksanakan tugas menembus blokade Belanda.
Kembalinya “The Black Speed-Boat”
Selepas melalui detik-detik penuh ketegangan di Port Swettenham, ketika memasuki Delta Labuhan Bilik, kembali “The Outlaw” harus berhadapan dengan patroli AL Belanda. Tampaknya Belanda telah mendapat informasi bahwa “The Black Speed-boat” telah kembali melaut dan memperkirakan perairan Delta Labuhan Bilik sebagai menjadi tujuan utama kembalinya. Oleh sebab itu, di tempat itu sebuah kapal patroli Belanda telah menanti kehadiran “The Outlaw”.
Melihat penghadangan tersebut, “Outlaw” segera memutar haluan yang langsung dikejar oleh kapal patroli Belanda. Hujan tembakan dari Oerlikon musuh berhasil dihindari “The Outlaw” yang berlayar zig-zag. Setelah itu, “The Outlaw” langsung melakukan manuver melaju lurus dengan kecepatan tinggi diiringi tembakan “putus-asa” awak kapal patroli Belanda yang akhirnya behenti mengejar. Selamat dari hadangan musuh, “The Outlaw” beristirahat dan membuang sauh di perairan Bagan Siapi-api, untuk kemudian berlayar kembali menuju ke Muar, Malaysia. Di Malaysia, John Lie mendapat sokongan US $ 5.000 berupa cek dari Wakil Presiden Moh. Hatta, karena sudah menerima kiriman senjata dan peluru. Selama berada di Malaysia, rupanya “The Outlaw” beserta komandannya, Mayor John Lie, telah menjadi “buah bibir” dan memunculkan beberapa polemik, seperti apakah kapal patriot bahari Indonesia tersebut bagian dari kelompok komunis yang tengah aktif di Malaysia. Pada saat itu, John Lie berhasil meyakinkan bahwa “The Outlaw” atau PPB 31 LB, adalah kapal perjuangan bangsa Indonesia dan Revolusi Kemerdekaan Indonesia adalah revolusi mempertahankan kemerdekaan negara yang telah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Disini, John Lie tampaknya telah tampil sebagai “Dubes RI Tidak Resmi”, karena keberhasilannya meyakinkan banyak kalangan di Malaysia dan Singapura akan perjuangan Bangsa Indonesia.
Kehadiran kembali “The Outlaw” di lautan, memang telah menimbulkan obsesi tersendiri bagi Belanda. Mereka terus berupaya memburu dan melacak “The Outlaw” berikut identitas seluruh awaknya. Di sisi lain “The Outlaw” telah menjadi sebuah fenomena tersendiri, antara lain memajang namanya secara mencolok dengan menggunakan huruf timbul yang jika disorot lampu akan tampak jelas sekali. Untuk mengimbangi pamor “The Outlaw”, Belanda kerap mengembangkan pola propaganda palsu, laporan fiktif atau fitnah sebagai upaya psy-war mereka. Perjuangan John Lie kian berat ketika Belanda melancarkan Agresi Militer keduanya yang mengakibatkan jatuhnya ibu-kota RI Yogyakarta dan tertangkapnya para pemimpin negara pada tanggal 19 Desember 1948. Guna mengendalikan operasi satuan armada dan pasukan gerilyanya, ALRI memindahkan markas besarnya ke Kutaraja, Aceh. Sementara itu, di awal tahun 1949, John Lie mendapatkan kapal baru untuk menggantikan kapal lamanya PPB 31 LB, yaitu PPB 51 LB yang berukuran sama dengan pendahulunya. Kapal inipun oleh John Lie dinamakan “The Outlaw”. Kemudian untuk menghindari hadangan AL Belanda, John Lie antara Mei hingga September 1949 memindahkan tujuan operasinya dari Malaka ke Phuket, Thailand.
Tipu Muslihat John Lie
Karena intimidasi dari pendukung Belanda dan patroli yang intens di sekitar perairan antara Malaysia-Sumatera, John Lie kemudian memindahkan basis operasinya ke Penang dan Raja Ulak, Tamiang, Aceh Timur. Tak lama setelah memindahkan basisnya ke Raja Ulak, John Lie menghadapi sebuah situasi yang sempat memalukan bagi AL Belanda. Suatu malam menjelang akhir tahun 1948, “The Outlaw” baru saja bertolak dari Raja Ulak membawa muatan karet akan menuju Penang, tiba-tiba melihat 4 bayangan (silouet) hitam di perairan bebas di hadapannya. Itulah 4 kapal perang Belanda yang rupanya telah menanti “The Outlaw”. Seketika komando full-speed dikeluarkan John Lie kepada jurumudi dan sejurus dengan itu keempat kapal perang musuh segera membentuk formasi lingkaran pengepungan disertai tembakan penindasan. Pada saat kritis itu, John Lie mendapat ide sederhana namun terbukti ampuh. Ia memerintahkan awaknya untuk mengambil sebuah drum solar dan diikat tambang berdiameter kecil serta mengikat sebuah lampu senter (flash-light) di atas drum. Selanjutnya, di belakang lampu diikat sebatang besi. Dengan kilatan cahaya senter, drum kemudian diceburkan ke laut, sehingga di kegelapan malam tampak seperti sekoci yang terombang-ambing ombak. Muslihat sederhana, nyaris tidak masuk akal, namun efektif. Terbukti keempat kapal Belanda justru sibuk mengepung “kapal jadi-jadian” tersebut. “The Outlaw” lolos dari kepungan dan tiba dengan selamat di Penang diiringi sorak kemenangan awaknya.
Tipuan John Lie lainnya, yang berhasil mengecoh Belanda adalah tehnik kamuflase. Ketika kembali dari Penang menuju Raja Ulak, kapal John Lie yang penuh muatan senjata dikejar oleh kapal patroli Belanda sehingga terpaksa bersembunyi di perairan dangkal Tamiang. Guna mengelabuhi mata musuh, yang memburunya dari laut dan udara, John Lie menutupi kapalnya dengan cabang-cabang pepohonan. Tehnik pengelabuhan ini juga diterapkan ketika “The Outlaw” sedang sandar di sungai-sungai sekitar Tamiang.
Mukjizat Atau Kebetulan?
Sebagai telah disampaikan di awal, “The Oulaw” banyak menghadirkan kisah-kisah yang unik, penuh ketegangan dan keajaiban. John Lie sebagai sosok religius meyakini bahwa itu adalah pertolongan Tuhan. Memang, diakui pihak Belanda sendiri masih menyimpan rasa keheranan mengapa buruan utamanya tersebut selalu luput dan nyaris tak tersentuh, padahal sudah ada di hadapan mereka? Ketika “The Outlaw” tengah berada di Delta Sungai Tamiang, sebuah pesawat patroli Belanda terbang melintas tepat di atasnya untuk melacaknya, ternyata tetap tidak dapat melihatnya. Kejadian tak masuk akal lainnya, tidak hanya itu, ketika tengah melaju hendak keluar dari Delta Sungai Tamiang, tiba-tiba baling-baling “The Outlaw” tersangkut pasir dan patah, sehingga laju menjadi lamban. 5 menit kemudian, tiba-tiba melintas pada jarak dekat sebuah kapal patroli Belanda, yang anehnya seperti tidak melihat keberadaan “The Outlaw”. Mukjizatkah atau hanya kebetulan?
Pada suatu waktu, di Tamiang “The Outlaw” nyaris disergap kapal patroli sungai Belanda ketika kandas di sungai akibat pasang surut. Untuk mendepresi kapal “The Outlaw”, kapal patroli Belanda tersebut menembak peluru meriamnya di kanan-kirinya secara beruntun. Namun ajaib, mendadak debit air sungai menaik, sehingga “The Outlaw” selamat. Kemudian dalam pelayaran dari Phuket ke Aceh yang dilakukan pada pagi buta, tiba-tiba “The Outlaw” berpapasan dalam jarak dekat dengan sebuah kapal patroli Belanda. Sontak tembakan gencar dilepaskan oleh Belanda, namun uniknya tak satu butir peluru pun mengenai “The Outlaw” atau awaknya. Bahkan ketika awak kapal Belanda melepaskan tembakan langsung ke arah John Lie pada jarak “hanya” 3 meter, secara ajaib peluru melesat 1 meter di atas kepala John Lie. Karena putus-asa, tembakannya tidak ada yang kena, kapal Belanda menambah kecepatannya hendak menabrak “The Outlaw”. Sekali lagi keajaiban terjadi, kapal Belanda tiba-tiba kandas di karang, sehingga sama sekali tidak dapat bergerak atau menembak. “Mission impossible serta Victory buat kami kapal “The Outlaw”, demikian kenang John Lie dalam memoir pribadi yang ditulis sendiri semasa hidupnya.
Terkuaknya Sebuah Misteri
Kisah patriotisme dan perjuangan John Lie bersama kapalnya “The Outlaw” memang telah menjadi legenda tersendiri di dalam dan luar-negeri. Semua itu berbaur menjadi satu, antara kejeniusan, keuletan dan ketabahan John Lie berikut ABKnya dengan sebuah keberuntungan atau bahkan mukjizat Tuhan. John Lie memang sosok yang terkenal sangat religius, Kitab Injil tak pernah terlepas dari tangannya dalam keadaan apapun.
Perjuangan John Lie yang mengagumkan terkuak ketika Jurnalis Life Magazine Roy Rowan secara khusus mewawancarai Komandan Kapal “The Outlaw” tersebut saat sandar di Pelabuhan Phuket, Thailand. Tulisan tersebut termuat pada edisi 26 Oktober 1949 dengan judul: “Guns -And Bibles- Are Smuggled To Indonesia”. Berita BBC yang secara rutin menyiarkan keberhasilan “The Outlaw” menerobos blokade Belanda dan ulasan khusus di Majalah Life, telah memberikan arti tersendiri bagi perjuangan John Lie dan pejuang-pejuang ALRI penerobos blokade lainnya. John Lie mengakhiri karirnya sebagai Komandan Kapal “The Outlaw” pada tanggal 30 September 1949 dan memulai tugas baru di Pos Hoeboengan Loear-Negeri di Bangkok, Thailand. Selanjutnya kapal “The Outlaw” diserahkan kepada Letnan Muda Koesno, mantan Komandan Kapal “Sea Gull”, yang juga merupakan salah satu kapal penerobos blokade Belanda. “The Outlaw” yang dinahkodai Letnan Muda Koesno tertangkap kapal patroli Belanda di perairan Raja Ulak dan ditahan di Pangkalan AL Belanda di Belawan.
Sumber:
li
Balaikota batavia atau stadhuis, di depan balaikota inilah para penjahat kelas kakap jaman hindia belanda di eksekusi gantung. Menara diatas balaikota itu di dalam ada lonceng yang bernama Soli Deo Gloria, jadi setiap mau ada eksekusi lonceng tersebut selalu dibunyikan untuk memanggil para penduduk disekitar batavia untuk menyaksikan hukuman gantung. Eksekusi terakhir yang mengikutsertakan lonceng kematian terjadi pada 1896 dengan tereksekusi Tjoen Boen Tjeng yang dihukum gantung karena terlibat dalam penjarahan.
Foto ini di ambil sekitar tahun 1869-1870, sayang tidak menyebutkan tempat. namun dapat terlihat jelas bahwa telah dilaksanakan hukuman gantung dan tampaknya orang disekitarnya yg sedang memegang benda berwarna putih (mungkin papan nama) juga menunggu untuk di eksekusi. eksekusi ini di jaga oleh pasukan berkuda hindia belanda.
Sedagkan yang ini diambil sekitar tahun 1890-1910 bertempat di jambi, yang dieksekusi merupakan para terdakwa pembunuhan
Sumber : http://zona-orang-gila.blogspot.com/2010/08/foto-detik-detik-hukuman-gantung-jaman.html
Update foto jadul Kabupaten Kotawaringin Barat :
Spoiler for The royal palace in Kotawaringin, 1928.:
Spoiler for The old mosque in Kotawaringin village which wasbuilt by Kiai Gadai, 1928:
Spoiler for The Kraton in Kota Waringin in which the Sultans used to live, 1928.:
Spoiler for The Karamat of Kiai Gadai in KotaWaringin village, 1935.:
Spoiler for The holy canon of Kota-Waringin village (This place is called Kerbau Tidur) the sleeping bull, 1928.:
Spoiler for The bigroof over the sultans graves in KotaWaringin, 1928.:
Update foto jadul Kabupaten Pulang Pisau : Spoiler for Pangkoh. Tahun unknow:
Spoiler for Travelling into the interior between Kapuas and Kahajan (canal) Rev.Lampmann with his wife and children, 1925.:
Spoiler for The village church in Pangkoh Kahajan, 1923.:
Update foto jadul Kabupaten Gunung Mas : Spoiler for Upon Batoe, the rocky gate to the rapids on the upper Kahajan, 3 hours above Tewah. 1925:
Spoiler for Washing for gold on the upper Kahajan, 1924:
Spoiler for The gold diggers village Gunung Mas near Tewah, 1926.:
Update foto jadul Kabupaten Murung Raya : Spoiler for Waterfall near Puruk Tjahu, 1908.:
Update foto jadul Kabupaten Sukamara : Spoiler for Three typical Dayaks from Kerta Mulia Kotawaringin 1928.:
Update foto jadul Kabupaten Barito Selatan : Spoiler for Mengkatip : This church was dedicated on 16th March1930.:
Spoiler for The congregation in Mengkatip with the missionary Hamp, 1908.:
Update foto jadul Kabupaten Kapuas : Spoiler for The hospital in Kwala Kapuas, 1932.:
Spoiler for The Bazaar KualaKapuas Chinese stores, 1927.:
Update foto jadul Kotawaringin Timur : Spoiler for Official’s house in Sampit (Controleur). 1939:
|
|
Moearatewe Djadoel banget… Spoiler for Prauwen bij een aanlegplaats voor een Dajak langhuis aan de Barito rivier omgeving Moearatewe 1900-1920:
artinya kira2 ky ni : jukung batambat di lanting parak rumah betang uluh Dayak Barito di sekitaran Muara Teweh Spoiler for Graven van gesneuvelde militairen in Moearatewe 1900-1917:
kuburan militer di muara teweh 1900-1917 Spoiler for Groepsportret bij een houten Dajak beeld in Moearatewe 1910-1940:
terjemahan bebas: gambar sekelompok orang Muara Teweh dengan latar belakang tihang Sapundu dan bubuhannya lagi manajmur pekat/uwei ….eh ada urang belanda nya jua… Spoiler for Een geestenhuis, mogelijk in Moearatewe 1910-1940:
Ujar Om google: Sebuah Rumah Semangat), mungkin di Muara Teweh 1910-1940…(Sandung maksudnya klo…) Spoiler for Een boom langs de Barito-rivier bij Poeroektjaoe:
Spoiler for Een Dajak man bij een omgevallen boomstam over het riviertje de Kahajan in het oerwoud van Midden Borneo.:
Spoiler for Dajak house on the Katingan 1926:
Spoiler for Dajaks on the upper Kahajan doing a sword dance. 1931:
Spoiler for Dayak girls on the Upper Kahajan. 1931:
Spoiler for Dayak long house in Tumbang Tangoi, the last village on the upper Kahajan. 1931:
Spoiler for Dayaks from Kalahihen on the Barito (an outstation of Mengkatip) (In front Durian fruits). 1924:
Spoiler for Family graves in Seripori 1925:
Spoiler for Great-grandmother, Grandmother, Mother and Child, together with Rev. Braun, in Patak-Bahandang on the Lower Kahajan. 1925:
Spoiler for House above Sampit. Walls and roof made of bark. 1924:
Sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9329139&page=5 |
Istana Lawang Agung Bukit Indra Kencana atau yang lebih populer dengan sebutan Istana Kuning.
.
Nederlandsch-Indisch Leger Koninklijk (KNIL) in Borneo
KNIL adalah singkatan dari bahasa Belanda; het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger, atau secara harafiah: Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Meskipun KNIL melayani pemerintahan Hindia-Belanda, banyak di antara anggota-anggotanya yang adalah penduduk bumiputra di Hindia-Belanda dan orang-orang Indo-Belanda, bukan orang-orang Belanda.
Pulau Kalimantan (Borneo) sebagai salah satu wilayah jajahan Belanda maka serdadu KNIL melakukan ekspedisi ke pedalaman Kalimantan, secara khusus serdadu KNIL juga di kirim untuk meredam Pemberontakan di Kalimantan Barat (1850-1854) dan Perang Banjar (1859-1905).
Kegiatan menambang emas sudah sejak dulu dilakukan oleh masyarakat di Kapuas. Gambar diatas yang diambil oleh Bär, Gottlob (Mr) pada tahun 1932, menunjukkan bahwa sejak dulu Kapuas memang cukup dikenal dengan emasnya. Sampai sekarang pun kegiatan penambangan emas masih berlangsung. Namun masyarakat yang mencari emas makin menuju ke daerah hulu. Diantara efek negatif dari penambangan emas ini adalah masuknya air raksa ke air sungai, sungai menjadi keruh, terjadi pendangkalan beberapa bagian sungai karena pemindahan tanah atau pasir ke bagian lain dari sungai yang disedot.
he Prayer-house in Penda Muntai
Foto diatas diambil sekitar tahun 1928-1940 oleh Johann Wilhelm Göttin di Desa Penda Muntai, yang sekarang berada pada Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Foto ini merupakan bagian dari arsip resmi mengenai Borneo Tenggara yang mencakup agama Islam dan tradisi. Belum didapat informasi mengenai kapan dimulainya penyebaran Islam di daerah ini.
Christian family in the village of Kuala Kapuas
Foto diatas diambil oleh Mr. Martin Schernus antara tahun 1908/1920. Foto ini merupakan bagian dari koleksi foto-foto Basel Mission dengan subyek: Rhenish Mission.
The Bazaar, Kuala Kapuas. Chinese stores
Village on the river
Update foto jadul Kabupaten Gunung Mas :
Spoiler for After hunting wild pigs on the Kahajan. (1927).:
Spoiler for A rest during the journey on the Rongan. Rongan (river) (We are going to enjoy roast pork) 1924:
Spoiler for Midday rest on the journey into Rongan. 1931:
Spoiler for Village street in Tewah 1931:
Spoiler for Batu Suli 1924:
Spoiler for Christian soldiers (Bataks from Sumatra) in Kwala Kuron. 1935:
Spoiler for Koeala Koeron Church with Rev. & Mrs Braun. 1929:
Update foto jadul Palangka Raya : Spoiler for Village street in Pahandut 1929 (Mungkinkah ini yg jadi Jalan Kalimantan sekarang!?):
Spoiler for Pahandut modern Dayak house. 1924:
Spoiler for Mission school in Pahandut 1929.:
Spoiler for Pahandoet Abraham Badjas (oloh bakas) 1924:
Spoiler for Pahandut a dajak house 1929:
Spoiler for Pahandut. Landscape (in the background the Kahajan River). 1929.:
Update foto jadul Kabupaten Katingan : Spoiler for Taking a rest between Kasongan and Sampit on the little River Hampalit 1925:
Spoiler for Tumbang Samba 1924:
Spoiler for Tumbang Samba 1924:
Spoiler for ‘Kawok-Toegal'(Tbg. Lahang) 1937.:
Update foto jadul Kabupaten Pulang Pisau : Spoiler for Wedding couple and their party in Pangkoh. 1924:
Update foto jadul Kabupaten Murung Raya : Spoiler for A flood in Puruk Tjahu. 1908:
Spoiler for Government building in Puruk-Tjahu 1908:
Spoiler for Mosque in Puruk Tjahu. 1928:
Spoiler for Puruk Tjahu 1908:
Spoiler for The village of Tumbang Nangu near Puruk Tjahu. 1908:
Spoiler for Waterfall near Puruk Tjahu 1908:
|
|
QUOTE |
|
Spoiler for Favorit foto:
Kotabesi, Kotim 1956 |
(Pic) Foto-foto Kalteng jaman dulu.
Foto2 apa aja yg penting jaman dulu ( Jaman Belanda – 1990an ya trus lokasinya di Kalimantan Tengah. Biar lebih rapi foto2 jadul dikelompokan sesuai daerahnya masing-masing (Urutan abjad). 1. Kabupaten Barito Selatan Spoiler for On the street in Mengkatip 1923 (Kampung bokap ane gan :D):
Spoiler for Pelabuhan Mengkatip di sungai Barito 1924:
Spoiler for Het gouvernements S.S. Selaton op de rivier Barito, Borneo. before 1917:
Spoiler for A KNIL military campment on a river in Borneo. 1890-1900:
Update foto jadul Kab. Barito Selatan bersambung ke hal. 4 2. Kabupaten Barito Timur Spoiler for A service in Tameanglajang 1908:
3. Kabupaten Barito Utara Spoiler for Een groep Dajaks van Muaratewe en een Europeaan in de Boven Doesoenlanden Borneo:
Spoiler for The children of this family, Muara Teweh 1932:
4. Kabupaten Gunung Mas Spoiler for The civil servants A.C. de Heer and J.P.J Barth between Dajak representatives during the opening of the great meeting in Tumbanganoi, Central-Borneo. May 1894:
Spoiler for Civil servant A.C. de Heer with some Dayak chiefs in the village Tumbanganoi, Central-Borneo. June 1894:
Spoiler for Gezicht vanaf de Kahajan rivier op de Dajak kampong Toembanganoi, Midden-Borneo. 1894:
Spoiler for View from the Kahajan-river on the Dayak village Tumbanganoi, Central-Borneo. 1894:
Spoiler for Damang house in Tumbang Melahoi, 1936:
Update foto jadul Kab. Gunung Mas bersambung ke hal. 3, 4 5. Kabupaten Kapuas Spoiler for Koeala Kapoeas: policlinic. Accomodation for the mantri, and behind the main building 1931:
Spoiler for Pasangan pengantin baru / A newly married couple from Kwala Kapuas / Rosi Kiting (the daughter of Pastor A. Kiting) and W. Sandy (officer and teacher of sport in Bandong) Foto diambil antara tahun 1946 – 1956:
Spoiler for Consecrating the new church Kwala Kapuas, 1933:
Spoiler for The festival for school children to mark the birthday of Queen Wilhelmina of Holland. The Lower Church and the school in Kwala Kapuas (1924):
Spoiler for Mandomai (Borneo) year : unknow:
Spoiler for The sewing group, Mandomai, 20. Nov. 1934.:
Spoiler for A small shop ‘Warong Sri Mahal’ along the road in Central-Borneo. 31 August 1902:
Update foto jadul Kab. Kapuas bersambung ke hal. 2, 3, 4 ( Thanks to Agan AmatOke ) 6. Kabupaten Katingan Spoiler for Mission school in Kasongan (Borneo) 1924:
Update foto jadul Kab. Katingan bersambung ke hal. 3 7. Kabupaten Kotawaringin Barat Spoiler for Een groep Dajaks in feestkleding te Pangkalanboeoen, Beneden Doesoenlanden, Borneo. Year : unknow:
Spoiler for Kerajaan Kotawaringin saat Penobatan Pangeran Kasuma Anom Alamsyah (1939-1948).:
Spoiler for Kerajaan Kotawaringin saat Pemerintahan Pangeran Kasuma Anom Alamsyah (1939-1948).:
Spoiler for Pangeran Kasuma Anom Alamsyah keluar dari mobil.:
Spoiler for The old mosque in Kotawaringin village, which was built by Kiai Gadai. Foto tahun 1928:
Spoiler for The royal palace in Kotawaringin. 1928.:
Spoiler for Anggota DPRD GR Kotawaringin Barat yang pertama. (1959):
Spoiler for Kantor Kodim Kotawaringin Barat yang pertama.:
Spoiler for Kantor POLRES Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat:
Spoiler for Kantor AURI Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat:
Spoiler for Gedung SMP Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat :
Update foto jadul Kab. Kotawaringin Barat bersambung ke hal. 4 8. Kabupaten Kotawaringin Timur Spoiler for Sampit, where people pause in their journeys. You see the mosque, and on the right with its high entrance arch the Koran School. 1939:
Update foto jadul Kab. Kotawaringin Timur bersambung ke hal. 4 9. Kabupaten Lamandau Spoiler for Little bell for Nangabulik. 1935:
10. Kabupaten Murung Raya Spoiler for The hospital in Puruk Tjahu. 1908/ Rumah Sakit Puruk Cahu tahun 1908:
Spoiler for KNIL soldiers from Puruk Tjahu in front of our rest house 1908:
Spoiler for English: House of Europeans at Purukcahu along the Barito river. 1905-1914
Nederlands: Huis van Europeanen in Poeroektjaoe langs de Barito-rivier. 1905-1914: Update foto jadul Kab. Murung Raya bersambung ke hal. 3, 4 11. Kota Palangka Raya Spoiler for Presiden Pertama RI, Ir.Soekarno hadir dalam proses pembangunan Kota Palangkaraya menjadi ibukota Kalimantan Tengah. Foto ini adalah koleksi pribadi keluarga Tjilik riwut yang diambil tanggal 17 Juli 1957:
Spoiler for Kantor Gubernur Kalimantan Tengah tempoe doloe:
Spoiler for Kantor Walikota Palangka Raya (Sekarang lokasi Kantor Bank Indonesia cab. Palangka Raya Jln Diponegoro):
Spoiler for Kantor Dinas PU tempo dulu:
Spoiler for Sepertinya kegiatan upacara resmi tempo dulu di Palangka Raya:
Spoiler for Rumah pegawai di Jalan Pemuda (Sekarang Jalan Tambun Bungai):
Spoiler for Pelabuhan Rambang:
|
|
QUOTE |
DPRGR Pertama Kabupaten Kotawaringin Barat
Kantor KODIM Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat
Kantor POLRES Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat
Kantor AURI Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat
Gedung SMP Pertama di Kabupaten Kotawaringin Barat
Sumber :http://aditya-pbun.blogspot.com/2010/06/generasi-pertama-di-kabupaten-kobar.html
Mesjid Ash-Shulaha sedang dalam proses penyelesaian perombakan, diperkirakan tahun 1910an keatas. |
Mesjid Ash-Shulaha, jembatan dan pasar ikan, sementara Toko Toedjoeh (Tujuh) belum dibangun. |
Pasar ikan (vismarkt) |
Pasar ini berdampingan dengan rumah pemotongan hewan, letaknya berseberangan jalan dengan Mesjid Ash-Shulaha, lokasi ini sekarang menjadi “Hutan Kota”.
Rumah Pemotongan Hewan terutama yang berkaki empat seperti sapi, kambing dan kerbau . |
Terlihat dikejauhan pagar jembatan Mesjid Ash-Shulaha.
Kantor Pos (Post Kantoor) |
Suasana pasar Barabai pada hari Sabtu (hari pasar), lokasi ini sekarang adalah toko tujuh. Terlihat pohon-pohon mahoni muda tanaman si Tuan Paul.
|
Bioskop Juliana Barabai (Juliana-theater-te-Barabai) |
Suasana pusat kota Barabai di atas tahun 1925an, foto ini dikudak (dijepret) dari atas sebuah hotel yang (sesudah kemerdekaan) bernama HOTEL MERDEKA. |
Toko Batu Sayang … Toko Batu Malang … Toko Batu dalam Kenangan … |
Pom bensin atau Bataafsche Petroleom Maatschappij (BPM). |
Tempat Pengisian Bahan Bakar Minyak di depan bioskop JULIANA THEATER.; |
Komplek kediaman penguasa tertinggi pemerintah Hindia Belanda di Barabai. Sekarang tempat ini (setelah direnovasi tentunya) menjadi “Rumah kediaman Bupati Barabai”. |
Salah satu alat transportasi umum antar kota |
Restaurant tempat orang-orang eropa berpesta pora, berdiri di tengah kota |
Komplek Penjara (orang dahulu menyebutnya SAPIR). Di lokasi ini sekarang berdiri “Komplek Gedung MURAKATA”. |
Inilah alat pemadam kebakaran di zaman Hindia Belanda(lucu ya), kalau terjadi kebakaran alat ini akan ditarik dengan mobil menuju lokasi kebakaran. |
Wajah lapangan Dwi Warna tempo doeloe. |
Pada tahun 1970an “KUPAL” ini dirobohkan kemudian dibuat “Air Mancur” dan di lokasi ini pula kemudian dibangun “Gedung Musabaqah” yang sekarang beralih fungsi menjadi salah satu kantor milik pemerintah kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Usai mengadakan pertunjukan musik, para musisi Belanda berfoto bersama di atas “KUPAL” |
Terminal kota di samping bioskop JULIANA THEATER.
Sekarang tempat ini menjadi “Taman Bermain” |
Sekolah Rakyat (Inlandse_school)
|
Sebuah sekolah pribumi di Barabai (Inlandse_school_te_Barabai_Zuidoost-Borneo ) |
Rumah sakit Barabai (Hospitaal-te-Barabai ) ditempat ini sekarang berdiri kantor KPN |
Pengambilan sumpah jabatan |
Sedang mangerjakan perbaikan jalan hulu sungai, lokasi ini di Pajukungan, Barabai, seorang pengawas (mandor) Belanda sedang mengawasi pekerjaan. |
Dijepret dari (sekarang) lampu kuning mengarah ke jembatan (pasar) |
Tugu peringatan yang menyatakan bahwa “onderafdeling Barabai” dan sekitarnya berada dibawah kendali pemerintah Hindia Belanda. |
Potret Ratu Wilhelmina tahun 1909 |
Pintu gerbang dalam rangka memperingati HUT Ratu Belanda yang ke 47 yang bertuliskan : |
“Semoga Ratu Panjang Umur”
Pawai Akbar dalam rangka memeriahkan HUT Ratu Wilhelmina yang ke 47 pada tahun 1927. |
Pelepasan peserta pawai akbar oleh pemerintah Hindia Belanda |
Pameran Pembangunan dalam rangka memeriahkan HUT Ratu Wilhelmina yang ke 47 pada tahun 1927. |
Komplek pekuburan Belanda (Kerkhof), sekarang lokasi ini menjadi taman “Air Mancur“. Disekitar lokasi ini juga pernah dijadikan “Terminal Bus” antar kota hingga tahun 1970an. |
Salah satu kuburan petinggi Belanda |
Deretan pohon jati menghiasi kiri-kanan jalan sehingga orang Belanda menyebutnya dengan “DJATI LAAN” yang berarti Jalan Jati. |
Dalam perkembangannya, pohon-pohon jati ini kemudian ditebang untuk keperluan pemerintah kolonial dan diganti dengan pohon mahoni (orang Barabai menyebutnya pohon kenari).
Dipotret dari (sekarang) samping rumah dinas Bupati ke arah Balai Rakyat.
Suasana pasar Pantai Hambawang di jaman Kolonial Belanda, terlihat banyak perahu (jukung) yang bertambat di tepi sungai, hal ini wajar karena perahu merupakan alat transportasi utama di kala itu. |
Pasar ini sekarang sudah tidak ada lagi alias dipindah, sebagai gantinya di tempat ini sekarang dibangun terminal transit bus antar provinsi.
Banjir besar yang melanda kota Barabai sebelum tahun1925. |
Suasana keramaian pusat kota Barabai (sebelum tahun1925) |
Dipotret dari (sekarang) depan warung mie ke arah Toko Tujuh.
Sumber :http://kiekysukkapurple.blogspot.com/2011/07/barabai-tempo-dulu.html
KOMPAS.com – CEO Zynga, Mark Pincus sedang diterpa isu miring, dirinya dituduh menjiplak game dari pengembang lain. Alih-alih mengomentari tudingan tersebut, Pincus malah memuji tim yang membangun game “jiplakan” tersebut.
Sebuah pengembang aplikasi iOS menuduh Zynga telah mencuri ide game buatan mereka, Tiny Tower. Zynga ternyata memiliki game yang sangat mirip dengan Tiny Tower, dengan nama Height Dream.
Atas tuduhan tersebut, Pincus malah tidak menanggapinya secara serius. Dalam sebuah memo internal yang bocor dan diterima oleh Forbes, Pincus mengatakan,” Saya bangga atas kerja keras dari tim mobile,” katanya.
Pincus menganggap bahwa dalam sebuah bisnis, kita tidak perlu menjadi yang pertama untuk masuk ke pasar. Tapi yang lebih penting adalah menjadi yang terbaik di pasar.
Pincus mencontohkan Google bukanlah pencipta mesin pencari pertama, Apple juga tidak merilis MP3 player atau tablet pertama. Bahkan Facebook juga bukan merupakan pemain situs jejaring sosial yang pertama.
Tapi perusahaan-perusahaan tersebut menjadi perusahaan raksasa dan mendatangkan keuntungan berlipat bagi pemiliknya.
Bercermin dari memo tersebut, Pincus menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan tadi mampu melakukan revolusi dan inovasi produknya, meski meniru. Sehingga produknya bisa diterima oleh pasar.
Sebenarnya Pincus punya “senjata” untuk menolak tuduhan tersebut yaitu aplikasi game Tiny Tower dijual gratis di App Store, namun game Height Dream merupakan aplikasi berbayar.
Sumber :
forbes.com
KOMPAS.com – Karena dilarang oleh ayahnya, Joe Green tidak jadi ikut mendirikan Facebook bersama Mark Zuckerberg. Keputusan yang mungkin bernilai miliaran dollar AS.
Siapa Joe Green? Ia adalah salah satu teman sekamar Mark Zuckerberg di Harvard. Bersama Zuckerberg, Green membangun situs bakal benih Facebook bernama “FaceMash”.
Namun saat Zuckerberg mengajaknya keluar dari sekolah dan membangun Facebook, Green menolak. “Ayah saya, seorang profesor, tidak akan begitu senang jika saya keluar dari kampus,” ujar Green saat menghadiri talkshow Good Morning America.
Keputusan itu disebut sebagai kesalahan yang memiliki potensi bernilai miliaran dollar AS. Ini adalah nilai dari jatah saham Green seandainya ia ikut terjun di Facebook.
Tapi bukan berarti Green rugi total. Sejauh ini ia dikatakan masih memiliki saham di Facebook, meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan jika ia dulu bergabung.
Meski begitu, Green tampaknya tidak menyesali keputusan itu. Green saat ini adalah pengelola situs bernama Causes yang merupakan salah satu aplikasi paling besar di Facebook.
Politik
Setelah lulus dari Harvard, Green sempat bekerja di tim kampanye kepresidenan John Kerry. Meski kampanye itu gagal melesatkan Kerry ke Gedung Putih, Green mengaku belajar banyak.
Green menyusul Zuckerberg ke “lembah silikon” saat ia mendirikan situs Essembly di 2005. Kemudian ia mendirikan Causes lewat kerjasama dengan Sean Parker.
Jangan heran jika nama Sean Parker terdengar akrab. Parker adalah pendiri Napster yang juga mantan Presiden Facebook yang masih memiliki saham di Facebook. Di film Social Network, Parker diperankan oleh Justin Timberlake.
Causes membantu memperkenalkan kepada orang lain, berbagai kegiatan amal dan isu politik. Mereka menggunakan Facebook untuk sosialisasi.
Sukses di Luar Facebook
Beruntung Green tidak jadi pecundang setelah menolak tawaran Zuckerberg. Saat ini ia sempat tercantum di daftar “30 Under 30” versi majalah Forbes. Yaitu 30 pengusaha muda yang meraih sukses di bawah usia 30.
Causes pun merupakan salah satu dari aplikasi terbesar di Facebook yang memiliki 170 juta pengguna dengan keuntungan mencapai 50 juta dollar AS.
Facebook diyakini akan melepas sahamnya ke publik dengan valuasi perusahaan bernilai 100 miliar dollar AS. Pemilik saham Facebook berpotensi mendapatkan keuntungan berlipatganda setelah penawaran perdana alias Initial Public Offering (IPO).
Artinya, meski tak sebesar yang seharusnya bisa ia dapatkan, Green tetap punya potensi meraup untung besar dari rencana IPO tersebut.
Sumber : http://tekno.kompas.com/read/2012/02/01/12001038/Kisah.Joe.Green..Pria.yang.Menolak.Facebook